Langsung ke konten utama

Mira Lesmana Perkenalkan Wajah Indonesia dengan Film Sokola Rimba

25 Oktober 2013 
Posted By: Alit Bagus Ariyadi dari http://www.21cineplex.com
Mira Lesmana
Mira Lesmana kembali berduet dengan sutradara Riri Riza untuk membuat film terbaru berjudul Sokola Rimba, dibawah naungan rumah produksi Miles Films. Film ini mengisahkan tentang perjuangan seorang Butet Manurung yang rela mengajar Anak Rimba di pedalaman hutan Bukit Dua Belas, Jambi.
 
Sokola Rimba adalah film adaptasi buku Butet Manurung di tahun 2007 yang berjudul sama. Buku tersebut berisikan berbagai pengalaman luar biasa yang dilalui Butet mulai dari pengalaman yang indah hingga yang menegangkan. Dedikasinya yang tinggi sebagai pengajar didaerah pedalaman hutan membuatnya dianugerahi 'Heroes of Asia Awards 2004' majalah Time.
 
Darisanalah Mira mengaku mulai mengagumi sosok Butet hingga pada akhirnya mereka berjodoh untuk bekerjasama dalam pembuatan film Sokola Rimba. Bagaimana awal mulanya jalinan kerjasama tersebut, dan pengalaman seru seperti apa yang dialami Mira dan Riri ketika melakukan syuting di Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi? Berikut adalah hasil bincang-bincang tim Cinema 21 ketika singgah ke kantor Miles Films di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan.
 
Hai mba Mira, langsung aja nih ceritain dong bagaimana awalnya bisa tertarik dengan buku Sokola Rimba dan mengadaptasinya ke film?
"Sebenarnya sama Butet Manurung sendiri sudah lama saya kagumi pasca reformasi sekitar tahun 2000-2001. Dia bahkan pernah terpilih menjadi  'hero' versi majalah Times tahun 2004. Darisanalah saya tahu lebih banyak tentang dia. Saya sebenarnya nggak kenal akrab banget kala itu tapi saya memang sudah punya kekaguman dengan kegigihannya hingga akhirnya bukunya keluar. Saya belum baca, tapi Riri diminta oleh Butet untuk baca dan diminta komentarnya. Nah, di tahun 2008 saya pernah dapat sms dari Butet, dia bilang punya teman dari Inggris yang mau buat film di Rimba, dia mau tanya-tanya tentang kemungkinan bikin film disana. Mulai darisana saya fikir hak filmnya sudah diambil oleh orang Inggris itu. Makanya Riri buat komentar di bukunya 'Buku yang sangat bagus dan tidak sabar untuk melihat film dari kisah Butet'."
 
 
Dengan kata lain sempat terjadi kesalahpahaman dong?
"Iya karena bayangan saya film itu sudah ada yang ambil. Nah demi meluruskan, akhirnya kita ketemuan sama Butet di sebuah mall dan ia tegaskan kalau filmnya belum ada yang ambil. Kita kemudian bilang kalau belum ada yang ambil yang kita sangat tertarik. Terus Butet merasa tersanjung dan mulai ngobrol lebih jauh. Pas ketemu lagi di Ubud, Bali di tahun 2012 kami diberikan izinnya deh."
 
 
Saat kagum dengan Butet memang sudah ada rencana untuk membuat film tentang beliau ya?
"Belum ada, cuma kagum aja sebagai sosok. Nggak ada bayangan ngapain dia disana, pas baca bukunya baru deh tertarik dan luar biasa banget. Ini sesuai dengan apa yang ingin Miles capai dalam sebuah film."
 
 
Mba Mira pernah bilang di film ini hanya sepenggal kisah dari bukunya, apa nggak takut yang sudah baca bukunya nanti nggak akan nonton filmnya mba?
"Nggak, karena saya sudah 4 kali buat film adaptai buku dan semakin percaya kekuatan buku serta film itu beda. Justru saya sangat menyayangkan orang yang nonton filmnya tapi nggak baca bukunya, begitu pula sebaliknya. Baik buku dan film itu memberikan sesuatu yang beda, itu terjadi di Gie, Sang Pemimpi dan Laskar Pelangi."
 
 
Sempat merasa ragu nggak sih mba, kan disana nggak bisa sembarangan orang masuk, apalagi bikin film?
"Sebelum diputuskan kita tanya ke Butet, susah nggak. Emang nggak gampang tapi ia perlahan-lahan bisa bantu masuk ke dalam. Orang rimba juga harus menilai, Butet cuma mengantar dan menjelaskan tujuan kami. Setelah itu ya kita harus ikutin adat istiadat. Kita sadar ada tantangan, tapi kita punya niatan baik dan yakin nggak akan ada masalah. Butet juga selalu temani kita kok."
 
 
Kesulitan terberat apa mba saat produksi Sokola Rimba?
"Tantangan terberat adalah masalah adat istiadat yang harus pelan-pelan dijalanin. Nama itu sangat sakral disana dan nggak bisa sembarangan, misalnya nama orang yang sudah meninggal nggak boleh disebut. Di buku Butet ada nama Gentar, tapi kita nggak  boleh pakai nama itu karena Gentar masih ada, nggak boleh jadi orang lain karen disana yang kasih nama bukan bapak atau ibu, tapi dukun besar. Jadi kita harus lalui proses ke dukun bisa atau tidaknya, akhirnya ambil karakternya pakai nama asli anak yang main didalam film yaitu Bungo."
 
 
Nah itu kan pakai Anak Rimba asli, pakai training dulu nggak mba untuk bisa akting di depan kamera?
"Iya ada latihan, karena nggak semuanya bisa baca lancar apalagi baca novel/skenario. Jadi lebih ada proses ceritakan ini apa, abis itu ada latihan dialog. Cepet kok, latihan pertama cuma 3 hari."
 
 
Anak-anak Rimba tau nggak kalau mereka kerja bareng produser, sutradara dan aktris terkenal?
"Waaah ya nggak tau mereka ha ha ha. Tapi sambil berjalan, Butet ngenalin ke mereka biar gampang yaitu dengan istilah Riri kaya Tumenggung Film, saya disebutnya Godong apa gitu, pokoknya itu menggambarkan siapa kita kalau ditempat mereka. Mereka agak tersadar kalau kita terkenal pas syuting di Kota Bangko, semua orang ingin foto tapi mereka malah bersikap seperti kita digangguin. Mereka bilang ke Prisia, 'Kak Pia capek ya, sini kita bantu'."
 
 
Apakah Anak Rimba paham kalau akting di film ini adalah sama saja dengan bekerja? 
"Ia justru kita gambarinnya begitu. Syuting ini kaya bercocok tanam dan akan kita beri imbalan. Bayangkannya kaya ada hari yang hilang dan diganti untuk mengerjakan film ini. Tentu ini semua nggak gratis."
 
 
Apakah Anak Rimba yang terlibat dibayar secara profesional kaya Prisia Nasution atau bayarannya dalam bentuk lain?
"Ada nilai rupiah tapi ada tambahan lagi berupa kain. Karena mereka menggunakan kain sebagai alat barter. Harta karun utama mereka adalah kain. Kalau masuk ke rumah mereka di bagian atas kaya ada tempat taruh barang itu isinya kain semua."
 
 
Kenapa sih mba Miles Films sering buat film di daerah terpencil atau jauh dari Kota?
"Mungkin ini proses sih dari awal buat film. Kalau baru bikin film itu ceritanya harus sangat dekat dengan kita. Kaya Kuldesak, Petualangan Sherina dan AADC, disana ada proses promo film dan kita melakukan travel tentunya. Darisana saya kenal Makasar, Medan, Semarang, Jogja dan mulai melihat Indonesia lebih lebar lagi, tapi disaat yang sama ada kepedulian. Itu akhirnya jadi base saya dan Riri untuk Miles Films, yaitu Indonesia luas sekali serta  keberangaman itu jangan sampai hilang jangan semua jadi ingin satu jenis. Semakin kita lakukan, tadinya kecil-kecilan mulai dari Bandung, Semarang, Belitung, semakin lama semakin belajar. Indonesia Timur dahsyat banget, Sumatera banyak yang bisa dikunjungi lagi. Apapun sifatnya kalau baru dan perlu dikenali akan kita jelajahi, karena itu punya cerita menarik. Jadi kenapa harus berkutit di satu tempat, kenapa nggak kemana-kemana tapi tentu dengan kemasan yang menarik."
 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dendang Sepotong Bulan

Dendang Sepotong Bulan Karya : Kinanthi Anggraini melingkari tembang langit yang membiru menjadi cuaca yang pecah saat purnama mengkrista,membuka senyumu dan gerhana permata menghujani bumi dengan intan-mutiara dimatamu kerinduan yang menebal di negeri bulan tempat singgasana cuaca yang teragungkan telah menanti manusia hujan berpayung biru,memegang lentera awan kami menjahit buah hati di lembah kuning gading lembah yang mngedepankan madu lebah kuning di pinggir sungai susu bercampur aroma pandan yang tumbuh gula pasir di setiap tepian disanalah bunga tersenyum pada tumpuan cahaya tempat sungai yang bergegas menemui kekasihnya sementara kabut bergelayut dengan manja memulas dilema,mengirim surat dengan bahasa gemercik air,dalam desau daun yang mengalir mengubah kelopak menjadi derai rambut berhelai emas. bermahkota lipatan kuntum bunga menjuntai sebatas dada dan pinggul yang mengundang kupu-kupu yang siap terbang mengitari jelmaan laurel, beraroma surga seg

Puisi: Resah

Kau terhenyuh kedalam angan-angan Terlalu sulit untuk dilupakan Kedalam hati bukan sekedar kehampaan Hembusan angin mulai melirik ke-telinga Perasaan gugup akan menyelimuti kedalaman hati Perhatian akan mulai tertuju Pada satu titik hanya keangkuhan Tak ada lagi ruang untuk bernafas dalam ruang sunyi Kau mungkin tahu apa artinya? Terkadang aku lupa apa itu kehidupan sejati Semua hanya kerapuhan hidup Kehancuran menuju akan keabsahan hidup sejati Terkadang rasa sunyi menyelimuti Mencoba untuk mengisinya dengan alunan musik Kerajaan sang penakluk semakin luas Bisakah dia mengusai hatiku?